Jumat, 25 Maret 2016

Desa Paling Unik Dari Yang Terunik


Penduduk desa Hokse, Nepal yang begitu miskin terpaksa harus menjual organ Ginjal mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Praktek ini sudah menyebar luas hingga desa ini di juluki "Ginjal Village". Para agen organ secara teratur mengunjungi desa dan sekitarnya dengan harapan meyakinkan penduduk yang kekurangan uang untuk menjual ginjalnya kepada mereka. Agen ini juga terkenal sering menipu warga yang tidak bersalah untuk diajak ke India Selatan untuk melakukan operasi ginjal mereka. Mereka menghasut para warga dengan mengatakan bahwa manusia hanya membutuhkan satu ginjal untuk bertahan hidup dan setelah di operasi, ginjal mereka akan tumbuh kembali. Trik ini mereka gunakan untuk menipu Geetha, ibu empat orang anak yang akhirnya menjual ginjalnya hanya seharga $ 2000 yang digunakannya untuk membeli rumah. Tapi sayang rumah tersebut hancur oleh gempa mematikan yang mengguncang Nepal pada tahun 2015.

Terletak di sebuah pegunungan yang terpencil, desa Ganxi Dong, seluruh penduduknya bisa bermain kungfu dan masing-masing mereka memiliki senjata rahasia. Karena keunikannya itu, dalam sekejap desa ini langsung menjadi tenar. Desa ini terletak di pegunungan Tianzhu, China tengah sepertinya jauh dari pengaruh dunia luar. Keunikan lainnya dari desa ini adalah Ganxi Dong adalah rumah bagi orang-orang Dong, salah satu dari 56 etnis minoritas yang diakui di China. People’s Daily Online melaporkan, selain bisa bermain kungfu, semua orang di desa terpencil ini memiliki gaya yang berbeda dari kungfu.

Masih dari laporan yang sama, sebagian jenis gaya dari jurus-jurus itu kerap dipertontonkan di sebuah lapangan desa. Menurut kabar yang beredar, kungfu bukanlah fokus utama mereka. Bela diri ini hanya menjadi kegemaran sampingan di tengah pekerjaan rutin mereka menjadi petani. Mereka juga memiliki senjata rahasia masing-masing. Bukan pedang atau jarum beracun, melainkan seputar tongkat atau garpu untuk mengais rumput. Baru-baru ini sebuah foto yang menunjukkan keunikan desa tersebut beredar luas di media online di China.



Tahukah kamu desa terbasah dan paling sering hujan di dunia? Jawabannya adalah daerah Meghalaya, India, tepatnya di daerah bernama desa Mawsynram. Desa ini menerima 467 inci hujan pertahunnya. Saking seringnya hujan, warga sekitar yang bekerja keluar ruangan selalu menggunakan payung modern, maupun payung tradisional yang terbuat dari bambu dan daun pisang. Begitu mengagumkannya tempat terbasah ini, membuat fotografer Amos Chapple mendokumentasikan keunikan serta keindahan desa Mawsynram.

Mulai dari kebiasaan menggunakan payung bambu hingga jembatan kehidupan yang begitu alami terbuat dari akar tumbuhan yang rindang dan membentang. Keunikan yang mengagumkan, kondisi daerah mereka yang selalu bayar karena guyuran hujan deras serta berada di daerah ketinggian dimana udara makin dingin, takl membuat mereka berputus asa dan mengeluh kenapa selalu hujan. Mereka terus bekerja dan menjalani kehidupan, karena tak ada gunanya mengeluh.
Bonzani membuat cermin raksasa yang bisa memantulkan cahaya matahari ke arah desa yang ada di dasar lembah. Cermin raksasa ini kemudian dijuluki oleh masyarakat Viganella sebagai matahari buatan. Cermin tersebut, dikendalikan oleh perangkat lunak komputer agar bisa melacak di mana sumber matahari dan bisa memantulkannya secara otomatis ke arah desa. Tidak hanya masyarakat Viganella saja yang bisa merasakan dampak dari sinar matahari tersebut, tapi juga para wisatawan yang penasaran atas ide kreatif ini. Selain berfungsi menyinari desa, ternyata matahari buatan juga sudah menjadi destinasi wisata. Pengunjung yang datang tidak hanya dari Italia saja, tapi juga dari mancanegara. Lembah ini memiliki pemandangan yang sangat cantik lengkap dengan hawanya yang sejuk. Masyarakat Viganella juga sangat ramah dengan para pengunjung yang datang.

Saat tiba di desa Shani Shingnapur, sebuah pemandangan unik pun langsung menyambut Anda. Pemandangan unik tersebut adalah tidak adanya pintu di hampir seluruh bangunan yang ada di desa Shani Shingnapur. Baik rumah, sekolah, bank, dan bahkan toilet umum tidak memiliki pintu sama sekali. Rupanya hal ini bermula dari keyakinan warganya kepada Dewa Shani, dewa umat Hindu yang bertugas sebagai pelindung. Menurut legenda, Dewa Shani muncul dalam mimpi kepala desa dan mengatakan agar warga tidak perlu memasang pintu.

Karena dewa akan selalu melindungi mereka dari segala macam bahaya. "Kekuatan Shani sangat besar, jadi jika ada orang yang mencuri maka pencuri itu akan mendadak linglung," kata Balasaheb Borude. "Ia akan merasa terus berjalan sepanjang malam dan berpikir telah meninggalkan desa. Namun saat matahari muncul, si pencuri akan sadar kalau dia hanya berjalan di tempat." Hingga saat ini, populasi penduduk desa Shani Shingnapur mencapai sekitar 5 ribu jiwa. Tak ayal, keunikan desa tersebut pun mengundang ketertarikan banyak wisatawan.

Penyakit Demensia dan Alzheimer adalah Penyakit ini menyerang daya ingat, pikiran, dan emosi seseorang. Penderita penyakit ini daya ingatnya akan terganggu sehingga membuatnya sulit berpikir dan emosi menjadi tidak stabil. Di Belanda, terdapat sebuah desa tertutup di Kota Weesp yang dikhususkan untuk para penderita Demensia dan Alzheimer. Desa De Hogeweyk menyediakan 23 rumah, taman, restoran, bar, theater, dan beberapa toko untuk tempat belanja.

Disana juga terdapat 152 penderita Demensia dan Alzheimer yang sudah lama mengidap penyakit ini. Di desa ini para penderita Demensia dan Alzheimer bisa merasakan hidup bebas layaknya orang normal. Mereka melakukan berbagai aktivitas seperti jalan-jalan di taman, berbelanja ke supermarket, dan berkumpul bersama kelompok penderita lainnya. Tidak ada yang mengganggu dan merasa diganggu oleh para penderita penyakit ini hanya saja terdapat beberapa pengasuh yang dapat membantu para pasien untuk melakukan aktivitasnya.

Bertandang ke desa Yangsi di Tiongkok bagian barat daya, provinsi Sichuan, mungkin akan membuat Anda merasa seperti di negeri dongeng. Pasalnya, 40 persen warga di Yangsi lebih pendek dari normalnya manusia alias cebol. Yangsi dihuni 80 warga itu memiliki penghuni kurcaci sebanyak 36 orang sehingga kerap disebut "Desa Kurcaci". Bahkan yang paling tinggi pun hanya 90 cm sedangkan paling pendek adalah 60 cm. Jumlah tersebut angkanya dianggap terlalu tinggi untuk disebut kebetulan, namun juga belum ada ilmuwan yang bisa memastikan penyebabnya.

Menurut laporan pejabat Kabupaten, penyakit aneh ditemukan pada 1951 yang korbannya digambarkan memiliki kaki pendek. Lalu sensus pada 1985 menemukan ada 119 kasus serupa terjadi di desa itu. Ternyata, penyakit ini tidak berhenti dengan diteruskan kepada generasi berikutnya. Menurut kisah para tetua desa, mereka pernah mengalami serangan wabah misterius yang mempengaruhi kondisi anak-anak usia 5-7 tahun. Mereka tiba-tiba berhenti tumbuh dan tetap setinggi itu hingga akhir hayat dan sebagian menderita cacat. Namun para ilmuwan menyelidiki secara ilmiah dengan mempelajari kondisi air, tanah dan biji-bijian di sana meski tetap tidak menemukan jawabannya sejak 60 tahun lalu.

Giethoorn adalah sebuah desa di provinsi Overijssel Belanda. Terletak di kotamadya Steenwijkerland, sekitar 5 km barat daya Steenwijk. Giethoorn digunakan untuk menjadi kota "bebas polusi", di Belanda dikenal sebagai "Venesia dari Utara" atau "Venesia dari Belanda". Desa ini menjadi terkenal, terutama setelah 1958, setelah pembuat film Belanda Bert Haanstra membuat film komedi yang terkenal "Fanfare" di sana. Oleh karena itu, Giethoorn merupakan daya tarik wisatawan internasional yang terkenal di Belanda. Di bagian tua di desa, tidak ada jalan (saat ini ada jalur bersepeda), dan untuk mengangkut semua kebutuhan dilakukan dari air di sungai2 yg sangat banyak. Danau di Giethoorn dibentuk dengan menggali gambut. Giethoorn didirikan oleh buronan wilayah Mediterania di sekitar 1230 AD. Giethoorn adalah kotamadya terpisah sampai 1973, ketika itu menjadi bagian dari Brederwiede.

0 komentar:

Posting Komentar

^^